Target iklim terancam?
Aksi protes para petani Eropa itu dimonitor dengan cemas oleh markas Uni Eropa di Brussels. Para petinggi UE terutama khawatir, target ambisius iklim yang disahkan sebagai undang-undang oleh Komisi Eropa akan mengalami kemunduran. Uni Eropa menargetkan neraca nol emisi pada 2050. Untuk sektor pertanian, ditambah dengan rencana reduksi penggunaan pestisida kimia hingga 50% sampai 2030.
Menjelang pemilu Uni Eropa yang akan digelar Juni mendatang, banyak yang mencemaskan rencana ambisius itu tidak akan aman lagi, jika nanti Parlemen Eropa bergeser ke kanan.
Marco Contiero, aktivis kampanye iklim Greenpeace di Uni Eropa mengatakan, risiko itu terlihat jelas saat pembahasan alot undang-undang restorasi alam. Undang-undang itu disahkan dengan suara mayoritas tipis oleh Parlemen Eropa tahun lalu, akibat adanya penentangan yang digalang European People's Party yang berhaluan kanan tengah. Partai ini mengklaim mewakili kepentingan para petani, yang menentang rencana konservasi lahan pertanian ke habitat alaminya.
"Antara tahun 2005 hingga 2020, sekitar 5.3 juta pertanian di Uni Eropa bangkrut dan tutup, mayoritasnya pertanian kecil," ujar Contiero mengutip angka lembaga statistik Uni Eropa Eurostat.
"Jumlahnya sepertiga dari seluruh petani di Eropa, yang lenyap akibat masalah keuangan," kata Contiero lebih lanjut. Artinya, memposisikan diri membela sistem yang berlaku saat ini sebagai membela petani adalah kebohongan.
Aksi protes para petani di Eropa memang punya sejarah panjang. "Ada sejumlah gelombang protes besar petani sepanjang abad ke 20, termasuk yang diwarnai kekekerasan," ungkap sosiolog pertanian van der Ploeg kepada DW. Di masa lalu, aksi protes dimotori petani kecil, sementara saat ini, paling tidak di Belanda, banyak petani besar yang terlibat di dalamnya, yang mewakli kepentingan agrobisnis.
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Jerman menjadi negara berikutnya di Eropa yang dilanda gelombang protes besar-besaran para petani. Dalam aksi protes selama sepekan hingga Jumat (12/10) sektor pertanian menentang rencana pemotongan subsidi bahan bakar yang akan diterapkan di sektor pertanian.
Konvoi ribuan traktor dan truk memicu kekacauan lalu lintas dan memblokir sejumlah kota besar. Produksi di fasilitas pabrik mobil Volkswagen di kota Emden di utara Jerman mandek total.
Otomatisasi dan Penghematan Air bagi Pertanian Masa Depan
To view this video please enable JavaScript, and consider upgrading to a web browser that supports HTML5 video
Gelombang protes petani di seluruh Eropa
Aksi demonstrasi serupa juga merebak di negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Protes petani di Belanda bahkan diwarnai aksi kekerasan dan serangan ke privasi para politikus, menyebabkan lumpuhnya kehidupan sehari-hari. Gerakan protes petani di Belanda bahkan memicu didirikannya sebuah partai politik baru berhaluan populis kanan Farmer Citizen Movement (BBB) pada 2019 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para petani di Belgia, Spanyol dan Prancis juga menggelar aksi protes besar-besaran di jalanan, untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap rencana reformasi regulasi lingkungan dan kenaikan ongkos produksi.
Polandia dan negara Eropa timur lainnya juga mengalami gejolak serupa, tapi pemicunya berbeda, para petani memprotes Uni Eropa yang mencabut larangan impor gandum murah dari Ukraina.
Jan Douwe van der Ploeg, pakar sosiologi pertanian dan guru besar emeritus dari Universitas Wageningen di Belanda melihat ada kesamaan alasan dari aksi protes itu: mempertahankan status quo.
"Kecemasan petani mencakup hak untuk terus menggunakan subsidi yang mereka terima sepanjang sejarah atau untuk tetap melanjutkan penggunaan bahan bakar fosil dan pestisida," kata van der Ploeg kepada DW.
Tiga hal yang perlu Anda ketahui tentang demonstrasi petani Eropa yang meluas ke India
Sumber gambar, Getty Images
Saat ini telah terjadi gelombang demonstrasi yang dilakukan oleh petani di hampir seluruh negara-negara anggota Uni Eropa.
Para petani di Eropa “pesimis dan marah”, menurut presiden Copa-Cogeca, Christiane Lambert, seraya mengatakan telah terjadi protes di 25 dari 27 negara Eropa.
Mereka mewakili 10 juta petani di seluruh blok tersebut, beberapa di antaranya telah membuat ibu kota terhenti dan bentrok dengan polisi.
“Pertama kita mengalami krisis Covid pada tahun 2020. Kemudian harga energi meledak – harga energi sangat penting bagi pertanian,” kata peternak babi asal Prancis tersebut kepada komite Parlemen Eropa.
"Lalu ada perang Rusia terhadap Ukraina yang juga menyebabkan sejumlah kesulitan pada arus perdagangan, serta gangguan [distribusi] di pasar terkait unggas, telur, biji-bijian, minyak – semua ini sangat penting."
Pertanian hanya menyumbang 1,4% dari PDB Uni Eropa, namun mempunyai pengaruh politik yang sangat besar - terutama ketika traktor-traktor menghalangi jalur-jalur penting dan pemilihan Parlemen Eropa dijadwalkan pada bulan Mei.
BBC News Indonesia merangkum tiga hal yang menjadi alasan gelombang demontrasi petani yang meluas ini.
Para petani mengatakan mereka dibebani dengan birokrasi dan dikenakan sanksi yang tidak adil seiring upaya Uni Eropa untuk mengekang emisi karbon, dan beralih ke masa depan yang 'lebih hijau' atau lebih ramah lingkungan – dikenal sebagai Kesepakatan Hijau.
Komisi Eropa, badan eksekutif Uni Eropa, ingin mengurangi emisi berdasarkan tingkat emisi tahun 2015 sebesar 90% pada tahun 2040.
Protes petani ini telah berhasil membatalkan beberapa rencana Uni Eropa, misalnya Komisi Eropa membatalkan proposal untuk mengurangi separuh penggunaan pestisida.
Sumber gambar, Getty Images
Laura Demurtas, staf hubungan eksternal di Club Demeter – sebuah wadah pemikir keamanan pangan yang berbasis di Paris – yang juga mewakili perusahaan industri makanan, mengatakan bahwa "Uni Eropa ingin menjadi pemimpin dalam transisi ramah lingkungan", katanya kepada BBC.
Dia menambahkan bahwa Uni Eropa saat ini menganggap petani sebagai “masalah utama”.
“Bagaimana dengan konsumen dan supermarket serta perannya?”
Namun ini bukan satu-satunya sumber ketegangan.
“Harga produk selalu ditentukan oleh pengusaha yang membelinya, dan kemudian mereka dapat membeli dari negara lain yang tidak mengikuti pembatasan yang sama seperti yang kami lakukan,” kata Joan Mata, petani Spanyol berusia 22 tahun kepada Reuters dalam protes baru-baru ini yang digelar di dekat Barcelona, Spanyol.
Para petani di Polandia dan Hongaria juga mengeluh bahwa Uni Eropa tidak berbuat cukup untuk menghentikan impor pangan murah dari Ukraina.
Di Kota Poznan, Polandia barat, sekelompok besar petani dalam jumlah besar datang mengendarai traktor melintasi kota, awal bulan ini.
Szymon Kosmalski, petani berusia 39 tahun, menyalahkan produk impor karena menurunkan harga hingga tidak mampu menutupi biaya produksi.
Sumber gambar, Kacper Pempel/Reuters
Ukraina adalah produsen biji-bijian terbesar keempat di dunia sebelum invasi Rusia pada tahun 2022. Untuk mendukung negara tersebut, Uni Eropa menurunkan tarif impor – yang menimbulkan kekhawatiran petani lokal.
"Barang-barang tersebut masuk tanpa pengawasan. Kami sangat menentang hal ini dan menganjurkan agar segera kembali menerapkan bea masuk yang berlaku sebelum perang dan mengendalikan barang-barang yang masuk," kata Kosmalski kepada Reuters.
Penolakan ini juga dipengaruhi oleh perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara di luar Uni Eropa, terutama perjanjian yang akan datang dengan blok Mercosur yang terdiri dari Argentina, Brasil, Paraguay, dan Uruguay.
Para petani Uni Eropa mengeklaim negara-negara ini menggunakan hormon pertumbuhan, antibiotik, dan pestisida, yang semuanya dilarang di Uni Eropa.
Apa keluhan para petani?
Aksi para petani bisa digeneralisasi sebagai protes ketidakpuasan mereka terhadap politik. Namun pemicunya juga spesifik di masing-masing negara. Di Jerman dipicu rencana penghapusan subsidi diesel untuk pertanian, di Spanyol berkorelasi dengan regulasi penghematan air dan di Prancis akibat naiknya biaya irigasi dan bahan bakar fosil serta politik perdagangan Uni Eropa.
Juga tidak bisa dipungkiri, harga pupuk dan bahan bakar melonjak naik setelah invasi Rusia ke Ukraina. Para petani di seluruh Eropa menyebutkan, mereka merasa diperas, saat melihat harga bahan makanan yang lebih mahal di supermarket.
Menurut Anne-Kathrin Meister dari Federasi Generasi Muda Pedesaan Jerman (BDL), pendapatan dari sektor pertanian tidak bisa lagi menutupi kenaikan ongkos produksi. "Jika membandingkan kenaikan harga mesin, pestisida dan pupuk saja, pendapatan tidak pernah meningkat dalam laju kenaikan harga yang sama," ujar Meister yang berasal dari keluarga petani di kawasan Bayern di selatan Jerman, dalam wawancara telefon dengan DW.
"Sektor pertanian tidak menentang reformasi lingkungan, tapi juga mereka memerlukan dukungan," tegas Meister. "Petani menjadi yang pertama terdampak, jika flora dan fauna mengalami kerusakan. Tapi ongkos lingkungan juga harus ikut dihitung pada harga produk, dan konsumen harus siap membayarnya," tambah aktivis muda pedesaan itu.
Apa keluhan para petani?
Aksi para petani bisa digeneralisasi sebagai protes ketidakpuasan mereka terhadap politik. Namun pemicunya juga spesifik di masing-masing negara. Di Jerman dipicu rencana penghapusan subsidi diesel untuk pertanian, di Spanyol berkorelasi dengan regulasi penghematan air dan di Prancis akibat naiknya biaya irigasi dan bahan bakar fosil serta politik perdagangan Uni Eropa.
Juga tidak bisa dipungkiri, harga pupuk dan bahan bakar melonjak naik setelah invasi Rusia ke Ukraina. Para petani di seluruh Eropa menyebutkan, mereka merasa diperas, saat melihat harga bahan makanan yang lebih mahal di supermarket.
Menurut Anne-Kathrin Meister dari Federasi Generasi Muda Pedesaan Jerman (BDL), pendapatan dari sektor pertanian tidak bisa lagi menutupi kenaikan ongkos produksi. "Jika membandingkan kenaikan harga mesin, pestisida dan pupuk saja, pendapatan tidak pernah meningkat dalam laju kenaikan harga yang sama," ujar Meister yang berasal dari keluarga petani di kawasan Bayern di selatan Jerman, dalam wawancara telefon dengan DW.
"Sektor pertanian tidak menentang reformasi lingkungan, tapi juga mereka memerlukan dukungan," tegas Meister. "Petani menjadi yang pertama terdampak, jika flora dan fauna mengalami kerusakan. Tapi ongkos lingkungan juga harus ikut dihitung pada harga produk, dan konsumen harus siap membayarnya," tambah aktivis muda pedesaan itu.
Korban tewas di India
Di India, unjuk rasa ribuan petani berlanjut pada Kamis (22/2/2024). Para petani negara mulai berunjuk sejak pekan lalu. Unjuk rasa sempat berhenti dua hari karena tewasnya salah satu pengunjuk rasa.
Pria muda itu tewas dengan luka di kepala dalam aksi protes tersebut. ”Para pemimpin petani percaya bahwa solusinya adalah melalui perundingan, tapi pada saat yang sama polisi menyerang kami,” kata Daljeet Singh, seorang petani dari Gurdaspur di utara India.
Baca juga: Petani India Terus Berdemo, Aksi Solidaritas hingga Amerika Serikat
Gerakan petani di negara itu, yang disebut ”Delhi Chalo” atau ”Berbaris ke Delhi”, menuntut perubahan undang-undang yang menetapkan harga minimum untuk hasil panen dan penghapusan pinjaman. Sebagian besar petani itu berasal dari Punjab.
Massa petani ini dihadang oleh kepolisian di daerah sekitar 200 kilometer (km) dari New Delhi untuk mencegah mereka mencapai ibu kota. Kepolisian memblokade jalan dengan barikade beton dan paku logam di jalan. Polisi juga menggunakan gas air mata yang dijatuhkan dengan pesawat nirawak (drone), meriam air, dan peluru karet.
Seorang petani tidur siang selama unjuk rasa petani berlangsung di Shambhu, Distrik Patiala, Negara Bagian Punjab-Haryana, India, 22 Februari 2024. Para petani setempat menuntut perubahan undang-undang yang menetapkan harga panen minimum.
Setelah tewasnya satu pengunjuk rasa, barisan petani itu mendapat dukungan dari kaum Sikh. Ratusan Nihang, yaitu anggota kelompok pejuang Sikh yang selama berabad-abad menjadi pembela agama Sikh, turun bersama para petani itu. Sebagian menggunakan kuda mengawal barisan.
”Permintaan kami tidak ilegal. Kami telah memberi tahu bahwa kami ingin pergi ke Delhi dengan damai, tapi pemerintah bersikap seolah-olah kami berasal dari negara musuh,” kata Sukhwinder Kaur (56), petani yang lain.
Pemerintah berusaha meredakan amarah petani. Perdana Menteri Slowakia Robert Fico mengatakan akan mempertahankan larangan impor dari Ukraina.
Sebelumnya, UE sepakat memperluas akses pasar selama satu tahun lagi bagi Ukraina. Kebijakan perluasan akses pasar ini merupakan bentuk solidaritas terhadap Ukraina, yang diinvasi Rusia sejak Februari 2022.
Spanyol dan Komisi Eropa, badan eksekutif Uni Eropa, telah memberikan beberapa konsesi dalam beberapa pekan terakhir. Namun, para petani mengatakan hal tersebut tidak cukup.
Di Perancis, Rabu, Perdana Menteri Gabriel Attal berusaha meyakinkan upaya percepatan sejumlah langkah di sektor pertanian untuk membuat pertanian lebih menguntungkan dan sederhana. ”Dalam beberapa minggu terakhir, di seluruh Eropa, para petani membuat diri mereka didengar dengan teriakan kemarahan mereka, sebuah tangisan yang datang dari lubuk hati mereka,” kata Attal.
Perdana Menteri Perancis Gabriel Attal, 9 Januari 2024.
Attal menjanjikan rancangan undang-undang pada musim panas. Ia juga berjanji mempermudah dan mengurangi biaya bagi petani untuk mempekerjakan pekerja musiman, termasuk dari luar negeri.
Attal mengatakan, pemerintahnya berupaya melindungi petani Perancis dari impor ayam, telur, gula, dan sereal dari Ukraina. ”Solidaritas dengan Ukraina jelas penting, tapi hal ini tidak boleh merugikan petani kita,” katanya.
Di India, Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan, pemerintahnya berkomitmen untuk kesejahteraan petani dan menjalankan misi untuk menjadikan mereka wirausaha dan eksportir. Namun, Modi belum memberikan pernyataan soal harga minimum panen seperti yang dituntut petani. (AP/AFP/REUTERS)
Jerman menjadi negara berikutnya di Eropa yang dilanda gelombang protes besar-besaran para petani. Dalam aksi protes selama sepekan hingga Jumat (12/10) sektor pertanian menentang rencana pemotongan subsidi bahan bakar yang akan diterapkan di sektor pertanian.
Konvoi ribuan traktor dan truk memicu kekacauan lalu lintas dan memblokir sejumlah kota besar. Produksi di fasilitas pabrik mobil Volkswagen di kota Emden di utara Jerman mandek total.
Petani di Spanyol dikabarkan melakukan demonstrasi besar-besaran bahkan sampai memblokade jalan. Protes dilakukan sebagai solidaritas untuk rekan-rekan mereka di Uni Eropa (UE) yang mempersoalkan kondisi pertanian Benua Biru.
Para petani Spanyol disebut memblokir lalu lintas di beberapa jalan raya utama negara itu pada Selasa (6/1). Mereka mengeluhkan tingginya biaya pertanian, kerumitan birokrasi, hingga kerasnya persaingan dari negara-negara non-UE.
"Dengan corak yang berbeda, di seluruh Uni Eropa, kita menghadapi masalah yang sama," ucap Wakil Presiden Agricultural Young Farmers Association (ASAJA), Dinaciano Dujo, dilansir dari Reuters, Selasa (6/2/2024). ASAJA adalah salah satu asosiasi petani terbesar di Spanyol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ASAJA dan asosiasi lainnya telah menyerukan protes sejak Kamis (1/2/2034), namun para petani baru turun ke jalan hari ini. Menggunakan traktor, para petani disebut menyebabkan gangguan lalu lintas di seluruh penjuru Spanyol, mulai dari Seville dan Granada di selatan hingga Girona dekat perbatasan Perancis.
Di Girona, sejumlah traktor terlihat berkumpul menjelang hari protes. Mereka membawa plakat bertuliskan 'tanpa petani tidak ada makanan'. "Pedesaan sudah muak," kata Dujo.
Dujo mengatakan pihaknya menuntut peraturan yang dinilai tidak berpihak kepada petani. Aturan itu dinilai membuat mereka kurang kompetetif dibandingkan para petani di kawasan lain seperti Amerika Latin atau negara-negara di Eropa yang tidak bergabung dengan UE.
Dalam sejumlah hari terakhir, suhu protes diketahui semakin meningkat. Di Perancis dan Belgia, sejumlah petani yang melakukan blokade dikabarkan bentrok dengan polisi.
Gelombang protes petani di seluruh Eropa
Aksi demonstrasi serupa juga merebak di negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Protes petani di Belanda bahkan diwarnai aksi kekerasan dan serangan ke privasi para politikus, menyebabkan lumpuhnya kehidupan sehari-hari. Gerakan protes petani di Belanda bahkan memicu didirikannya sebuah partai politik baru berhaluan populis kanan Farmer Citizen Movement (BBB) pada 2019 lalu.
Para petani di Belgia, Spanyol dan Prancis juga menggelar aksi protes besar-besaran di jalanan, untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap rencana reformasi regulasi lingkungan dan kenaikan ongkos produksi.
Polandia dan negara Eropa timur lainnya juga mengalami gejolak serupa, tapi pemicunya berbeda, para petani memprotes Uni Eropa yang mencabut larangan impor gandum murah dari Ukraina.
Jan Douwe van der Ploeg, pakar sosiologi pertanian dan guru besar emeritus dari Universitas Wageningen di Belanda melihat ada kesamaan alasan dari aksi protes itu: mempertahankan status quo.
"Kecemasan petani mencakup hak untuk terus menggunakan subsidi yang mereka terima sepanjang sejarah atau untuk tetap melanjutkan penggunaan bahan bakar fosil dan pestisida," kata van der Ploeg kepada DW.
Semua mata tertuju pada Delhi
Sumber gambar, RAJAT GUPTA/EPA-EFE/REX/Shutterstock
Di India, para petani memiliki permasalahan yang berbeda kendati sama-sama mengakui bahwa mereka terhampat oleh biaya input yang tinggi.
Petani di India meminta harga dasar yang terjamin – dikenal sebagai harga dukungan minimum atau MSP – yang memungkinkan mereka menjual sebagian besar produk mereka di pasar grosir atau mandis yang dikendalikan pemerintah.
Mereka juga menuntut pemerintah memenuhi janjinya untuk melipatgandakan pendapatan pertanian.
Ketika pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi mencoba merombak sektor pertanian pada 2020, tenda-tenda yang dihuni petani bermunculan di pinggiran Modi.
Aksi ini berhasil memaksa Modi untuk menunda kebijakan di sektor pertanian setahun kemudian.
Gelombang demontrasi baru-baru ini muncul beberapa bulan sebelum pemilu di India. Dalam pemilu kali ini, Narendra Modi diperkirakan akan memenangkan masa jabatan ketiga.
Sumber gambar, Reuters
Kelompok politik mencoba memanfaatkan demonstrasi petani dan memajukan agenda politik mereka sendiri, kata Patrick Schröder, peneliti senior di lembaga pemikir Chatham House yang berbasis di London.
"Di Jerman, mereka adalah AfD yang berhaluan sayap kanan, namuun untungnya asosiasi petani Jerman menjauhkan diri dari kelompok sayap kanan," ujarnya kepada BBC.
"Kami sekarang juga melihat para penyangkal perubahan iklim terlibat dalam kampanye media sosial terkait dengan slogan 'tak ada petani, 'tak ada pangan'."
Namun, Demurtas lebih skeptis terhadap berbagai kelompok politik yang mencoba mengkooptasi demonstrasi petani di Eropa.
"Protes dimulai di Jerman dan kemudian di Prancis," katanya.
"Ini adalah lingkaran solidaritas di antara para petani yang sudah merasa muak."
"Kelompok sayap kanan ingin kembali ke 10 hingga 20 tahun lalu, tapi bukan itu solusinya. Kita punya satu planet, kita harus bersatu."
Protes petani di Uni Eropa (UE) terkait dua hal utama. Pertama, soal kebijakan lingkungan hidup yang diterapkan oleh 27 negara UE yang semakin membebani petani, seperti Kesepakatan Hijau (Green Deal) dan Kebijakan Pertanian Bersama (CAP) UE.
Kedua, masuknya gandum dan biji-bijian dari Ukraina ke pasaran negara mereka dengan harga murah.
Baca juga: Petani Uni Eropa Tertekan Aturan Perlindungan Lingkungan
Para petani di Ceko, Slowakia, Polandia, dan sekitar tujuh negara UE lainnya berunjuk rasa di sepanjang perbatasan Ceko pada Jumat (23/2/2024). Mereka memblokade beberapa pintu penyeberangan negara menggunakan traktor.
Tuntutan mereka adalah pengurangan mata rantai birokrasi dan perubahan kebijakan pertanian ramah lingkungan yang diterapkan UE. Selain itu, mereka juga mempersoalkan harga komoditas impor hasil pertanian yang murah.
Para petani mengatakan, pasar menghadapi distorsi dan harga rendah yang disebabkan oleh surplus di tengah murahnya gandum impor dari Ukraina dan produk pertanian dari negara lainnya. ”Kami tidak memprotes UE, kami memprotes keputusan Komisi Eropa yang salah,” kata Andrej Gajdos dari Kamar Pertanian dan Pangan Slowakia.
Komisi Eropa adalah badan eksekutif atau pelaksana kebijakan-kebijakan yang diputuskan Uni Eropa.
Seorang petani (kanan) di depan traktor bertuliskan "Kami di sini untuk memberi makan Anda, jangan mati, berhenti mengganggu kami" di bawah Ombirere di Pelabuhan Vieux (Pelabuhan Tua) dalam demonstrasi petani Perancis menentang kebijakan pertanian di Marseille, Perancis.
Para petani mengeluh bahwa kebijakan lingkungan hidup yang diterapkan oleh 27 negara UE menekan pendapatan mereka dan membuat produk mereka lebih mahal daripada produk impor dari luar UE.
Beberapa aturan itu, antara lain, adalah pembatasan penggunaan bahan kimia dan emisi gas rumah kaca serta penghapusan bantuan pajak untuk bahan bakar diesel yang membuat mereka harus membeli bahan bakar dengan harga lebih mahal.
Para petani mengundang Menteri Pertanian Ceko Marek Vyborny, Menteri Pertanian Slowakia Richard Takac, dan perwakilan petani dari Polandia dan Hongaria untuk berkumpul di Hodonin-Holic, perbatasan Ceko-Slowakia.
Para petani mengeluh, kebijakan lingkungan hidup yang diterapkan oleh 27 negara UE menekan pendapatan mereka dan membuat produk mereka lebih mahal daripada produk impor dari luar UE.
Dewan Pertanian Ceko menyatakan, protes petani di seluruh UE adalah bukti ketentuan Kebijakan Pertanian Bersama (CAP) UE harus didefinisikan ulang. ”Tugas utama pertanian harus tetap menjamin ketahanan pangan, menghasilkan pangan yang berkualitas dan aman, sekaligus menjaga kelangsungan ekonomi petani,” kata dewan itu dalam sebuah pernyataan bersama.
Kamar Agraria Ceko mengatakan, sebanyak 3.000 traktor ikut serta dalam protes di seluruh wilayah Ceko. Para petani Ceko dan Polandia juga memblokade sebagian persimpangan di perbatasan di sudut timur laut Ceko.
Baca juga: Giliran Petani Spanyol dan Polandia Protes Kebijakan Uni Eropa
Menurut laporan kantor berita Ceko, CTK, perbatasan Reitzenhain, Jerman, di sepanjang bagian barat laut perbatasan Ceko, juga sempat diblokade petani.
Unjuk rasa petani di seluruh Eropa terus meluas di awal tahun 2024, melanda Perancis, Spanyol, Polandia, Jerman, Spanyol, dan Italia. Pada Rabu (21/2/2024), unjuk rasa petani Perancis memblokade jalan raya sepanjang sekitar 70 kilometer di bagian selatan negara itu. Mereka juga membuang produk pertanian mereka di jalanan di Paris.
Seorang petani melemparkan ban ke dalam api saat mereka berkumpul di bundaran sebagai bagian dari protes nasional para petani terhadap kebijakan pertanian di Plouisy, Perancis barat, 20 Februari 2024.
Di Madrid, Spanyol, ribuan petani mengendarai traktor ke pusat kota Madrid. Protes tersebut merupakan yang terbesar yang terjadi di ibu kota Spanyol. Selama dua pekan sebelumnya, protes petani tersebar di sejumlah lokasi di Spanyol.
Baca juga: Petani Belanda Memrotes Kebijakan Pengurangan Emisi
Banyak traktor mengibarkan bendera Spanyol dan beberapa petani membawa spanduk bertuliskan, ”Tidak ada kehidupan tanpa pertanian” dan ”Petani dalam Kepunahan”. ”Dengan aturan sekarang ini, mustahil untuk hidup dari industri perdesaan,” ujar Silvia Ruiz (46), peternak dari wilayah utara-tengah Burgos, Spanyol.